Powered By Blogger

Rabu, 31 Agustus 2011

Industri Batu Bata Dagen, Pendowoharjo, Sewon, Bantul


Identifikasi Kegiatan Perdagangan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Lokasi Perdagangan :Dagen, Pendowo Harjo, Sewon, Bantul
Skala usaha : Menengah
Status/tempat perdagangan :Warung, Gubuk, dan Rumah
Jenis barang dagangan : Batu-Bata, Kayu Glugu, Kapur
Asal barang dagangan : Batu bata merupakan hasil industri milik sendiri dengan melakukan proses industri mengubah tanah liat menjadi batu-bata.
Kayu glugu merupakan hasil pembelian pohon kelapa, kemudian dipotong dan dirapikan dengan mesin serkel.
Kapur merupakan hasil industri dari pengolahan batu gamping dari Bedoyo, Gunung Kidul dikemudian diolah melalui pembakaran bersamaan dengan pembakaran batu-bata.
Waktu pelayanan : Senin sampai Sabtu dari pukul 8.00 WIB sampai 16.00 WIB
Konsumen : Masyarakat yang membutuhkan bahan bangunan pembuatan rumah, gedung, toko, dan ruko yang didominasi oleh keluarga muda, pengusaha properti, wiraswasta, dan instansi.

Pedagangan Bahan Bangunan (Batu Bata, Kayu Glugu, dan Kapur)


Perdagangan bahan bangunan berupa batu-bata, kayu glugu, dan kapur merupakan jenis perdagangan skala menengah dengan jumlah tenaga kerja 5 orang. Perdagangan bahan bangunan yang berkembang untuk memenuhi kebutuhan material bangunan rumah, properti, gedung, dan perkantoran. Salah-satu usaha perdagangan bahan bangunan (batu-bata, kayu glugu, dan kapur) terletak di Dusun Dagen, Pendowoharjo, Sewon, Bantul di prakarsai oleh Bapak Supriyadi (55 tahun). Beliau telah mendirikan usaha perdagangan bahan bangunan sejak 1990 sekitar 20 tahun yang lalu. Tempat perdagangan sekaligus industri berlokasi di rumahnya dengan mendirikan gubuk dan tenda untuk penyimpanan barang-barang produksi yang diperdagangkan. Waktu pelayanan dari hari Senin sampai Sabtu pukul 08.00 WIB sampai 16.00 WIB. Konsumen merupakan masyarakat yang membutuhkan bahan bangunan pembuatan rumah, gedung, toko, dan ruko yang didominasi oleh keluarga muda, pengusaha properti, wiraswasta, dan instansi. Usaha bahan bangunan yang dirintis oleh Bapak Supriyadi melayani pengantaran bahan bangunan kepada konsumen dengan memperhatikan biaya ongkos pengiriman barang sesuai dengan jumlah bahan bangunan yang dibeli oleh konsumen.

Awalnya usaha perdagangan bahan bangunan tersebut melayani perdagangan batu-bata melalui industri batu-bata yang ditangani bersama 2 orang tenaga kerja. Batu-bata yang diperjualkan merupakan hasil industri dengan mengubah bahan mentah berupa tanah liat menjadi batu-bata sebagai barang setengah jadi. Bahan baku batu-bata yang berasal dari tanah liat dibeli dari lahan-lahan petani yang memiliki lokasi yang tinggi dari area sekitar. Harga tanah liat semuatan bak truk seharga 50 ribu sampai 100 ribu rupiah tergantung dari kualitas tanah liat.
Proses pembuatan batu-bata sebagai berikut; Semua bahan-bahan berupa tanah dicampur dengan abu dan air menggunakan cangkul hingga menjadi adukan. Selanjutnya adukan itu dipadatkan ke dalam mesin penggiling. Lalu bahan yang sudah dipadatkan itu dicetak menggunakan cetakan berukuran 5 cm x 10 cm x 20 cm. Batu bata yang masih basah disusun memanjang dan melebar sesuai kapasitas tempat. Kemudian batu bata disusun dan siap dijemur hingga kering. Proses mengeringkan ini membutuhkan waktu 1 hari bila keadaan cuaca panas, tetapi jika hujan atau mendung bisa membutuhkan waktu hingga 5 hari. Pengeringan ini bertujuan agar daya ikatan bahan tanah kuat dan tidak mudah patah. Setelah kering, batu bata itu sudah bisa dibakar selama 3 hari 3 malam di sebuah ruangan yang sering disebut dengan oven batu bata. Ruang pembakaran ini biasanya menampung hingga 10.000 batu bata. Bahan bakar bisa menggunakan kayu bakar juga bisa menggunakan batu bara. Jika warna batu-bata menjadi kemerah-merahan, maka didinginkan dan diatur rapi untuk siap diperjual-belikan. Harga batu-bata tiap biji senilai 5 ratus rupiah.

Lambat laun mengalami peningkatan usaha dengan pemekaran hasil perdagangan dengan menyediakan kayu glugu dan semen kapur. Penambahan hasil perdagangan disebabkan tingginya permintaan konsumen terhadap bahan bangunan kayu glugu dan semen kapur. Kayu glugu digunakan dalam bangunan sebagai usuk dan rangkaian atap dalam pendirian bangunan. Kayu glugu diperoleh dari hasil pembelian pohoon kelapa diolah dengan proses pemotongan dan perapian dengan mesin serkel. Semen kapur diperoleh dengan proses pembakaran batu gamping bersamaan saat pembakaran batu-bata. Bahan baku semen kapur diperoleh dari tambang batu gamping di daerah Bedoyo, Gunung Kidul yang merupakan area Gunung Sewu. Semen kapur dipergunakan sebagai adonan bangunan yang dicampurkan dengan pasir, kerikil, dan semen batu.

Senin, 08 Agustus 2011

Pantai Ngrenehan dan Ngobaran




Pantai Ngrenehan dan Ngobaran
Gunung Kidul memiliki keindahan pantai yang menawan. Sepanjang pesisir pantai Gunung Kidul dari perbatasan Parangtritis ke arah timur sampai Pantai Sadeng merupakan pesisir bertebing terjal yang terbentuk akibat proses abrasi pantai oleh gelombang dan arus laut. Secara geomorfologis pesisir selatan Gunung Kidul merupakan pegunungan karst dengan material batu gamping terumbu yang mengalami pengangkatan dasar samudra. Pengangkatan tersebut berlangsung secara berkala sehingga membentuk bidang pelapisan pada struktur batuan. Fenomena tersebut dapat terlihat pada relief tebing pantai yang menghadap di laut. Terhat terdapat perlapisan batuan yang tergerus oleh gelombang dan arus laut sehingga membentuk runtuhan batuan di bibir pantai.


Terdapat pantai di pesisir Gunung Kidul yaitu Pantai Ngrenehan dan Pantai Ngobaran. Kedua pantai tersebut mempunyai letak yang berdekatan sekitar 1 km. Untuk mencapai kedua pantai tersebut melalui kota Yogyakarta menuju Jalan Wonosari menuju Pathuk dilanjutkan sampai melewati Bunder Rest dan hutan Wanagama. Selanjutnya sesampainya di simpang tiga menyerong ke selatan menuju arah Playen dan Paliyan sejauh 30 km. Pantai Ngobaran mempunyai topografi bertebing terjal dengan material karst berupa batuan gamping terumbu. Terdapat nuansa peradapan hindu di Pantai Ngobaran berupa pura. Penempatan pura tersebut seperti di Uluwatu dengan posisi pura di atas tebing bukit menghadap ke laut. Kondisi akomodasi dan penginapan di Pantai Ngobaran masih dalam persiapan sarana dan prasarana. Diharapkan bantuan modal infrastruktur dari pemerintah dapat menaikkan pamor Pantai Ngobaran sebagai alternatif wisata bahari di Gunung Kidul. Di hamparan pantai yang berongga-rongga oleh pengikisan batuan gamping terumpu di tumbuhi berbagai macam rumput laut dan didiami satwa perairan berupa ubur-ubur, lancak laut, dan ikan air asin. Warga memanfaatkannya untuk memeliharan udang lobster dengan keramba bamboo untuk menambah penghasilan sebagai nelayan.



Pantai Ngrenehan terletak disebelah timur Pantai Ngobaran sekitar 1 km. Pantai Ngrenehan memiliki bentuk pantai berupa teluk menjorok ke dalam dengan gelombang arus pantai yang tenang. Hal ini disebabkan oleh tertepisnya gelombang dan arus laut oleh karang-karang batuan menuju badan Pantai Ngrenehan. Situasi tersebut menyebabkan arus pantai yang tenang sehingga memikat wisatawan untuk berenang di badan pantai untuk menikmati keindahan Pantai Ngrenehan. Panorama perairan, batuan, matahari, awan, perahu dan tebing-tebing batuan menjadi nilai sumberdaya lingkungan yang tersajikan di Pantai Ngrenehan.

Pantai Ngrenehan didominasi dengan mata pencaharian penduduk sebagai nelayan dan berdagang hasil perikanan. Pangkalan penjualan ikan masih kumuh sehingga menimbulkan kesan kurang hieginis. Sementara sarana dan prasarana berupa akomodasi dan penginapan untuk wisatawan belum mencukupi, jikalau sarana mandi, cuci dan kakus sudah terpenuhi. Kondisi perairan pantai yang tenang sehingga memudahkan perahu-perayu nelayan untuk bersandar di tepian pantai. Puluhan perahu nelayan yang bersandar dengan jaring penangkap dan mesin motor pengerak. Perahu nelayan tersebut cukup mahal karena terbuat dari bahan fiber dengan sistem keseimbangan. Selain mengandalkan hidup sebagai nelayan dan penjual ikan, warga juga beternak domba dan sapi dengan pemberian makanan dari semak-semak ilalang dan palawija di lahan pertanian sebelum memasuki daerah pesisir.
Menurut penuturan warga, sekitar tahun 1997 akan diadakan investasi penginapan dan resort oleh orang asing. Berbagai fasilitas sudah dibangun berupa gapura, gazebo, dan ornamen patung dari pahatan batu. Krisis moneter di Indonesia pada tahun 1998, menyebabkan proyek tersebut terhenti dan tidak terealisasi. Tinggal sisa-sisa peninggalan yang tersisa yang lapuk oleh hujan dan panas terik matahari. Jikalau proyek tersebut terlaksana maka akan berdampak bagi masyarakat mengenai pembelian kepemilikan lahan di sekitar pantai dan peralihan mata pencaharian warga sebagai nelayan. Pembangunan yang berkelanjutan yang beraspek pada ekosistem dan kelembagaan dengan berbasis pada masyarakat oleh bantuan pemerintah dengan bantuan LSM diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan dan pembangunan infrastruktur di kawasan pesisir pantai.